Selasa, Mei 4

Kegigihan Ratusan Pahlawan dari Rawa Gede.

 Pahlawan dari Rawagede

9 Desember 1947 menjadi hari yang mungkin tidak akan dilupakan oleh negara Indonesia terutama warga Desa Rawagede. Bagaimana tidak? 

Pada hari itu mulai pukul 4 subuh, sekitar 300 tentara Belanda yang dipimpin Mayor Alphons Wijnen, melakukan penyergapan dan penggeledahan dan ke rumah-rumah penduduk Desa Rawa Gede. Setiap lelaki yang ada di rumah diminta untuk keluar dan dikumpulkan di Tanah Lapang meskipun saat itu sedang hujan deras. Di sana mereka berdiri berjejer jejer dan satu persatu ditanyakan mengenai di mana keberadaan Kapten Lukas Kustaryo. Namun tidak ada satu pun diantara mereka yang mau memberitahu keberadaan kapten Lukas. Karena tujuan mereka adalah mencari dan menangkap Kapten Lukas Kustaryo yang kerap kali membuat Belanda kerepotan.

Namun karena sebagian warga adalah warga sipil yang tidak mempunyai persiapan persenjataan. Sehingga saat Belanda melakukan hal tersebut, mereka tidak bisa melawan. Saat itu terdapat warga yang berusaha untuk menyelamatkan diri dengan lari ke sungai, namun beberapa di antaranya diketahui oleh Belanda sehingga mereka tidak bisa lolos dari tembakan.

Monumen Rawa Gede


Bagian yang paling menyedihkan adalah saat para istri dan anak-anak korban harus menguburkan suaminya di dekat rumah mereka dengan alat-alat seadanya seperti sprei, kain biasa, dll. Korban-korban tersebut dimakamkan kembali dengan lebih layak di Monumen dan Taman Makam Pahlawan Rawagede. Di makam tersebut tercatat korbannya mencapai 431 orang. Akan tetapi jumlah korban yang kerangkanya berhasil dimakamkan kembali yaitu berjumlah 181 makam.

Para warga sipil yang gugur dapat dikatakan sebagai pahlawan, karena keberanian dan kegigihannya dalam "menyembunyikan" keberadaan Kapten Lukas.


Salah satu patung di Monumen Rawagede

Sumber : 

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=171&lang=id

https://m.liputan6.com/news/read/3187715/kisah-horor-pembantaian-rawagede-70-tahun-lalu

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/peristiwa-tragedi-berdarah-rawagede/

Mengapa Kapten Lukas Kustaryo disebut sebagai Begundal Karawang?

 Siapa itu Kapten Lukas? 

Lukas Kustaryo, pernahkah kalian mendengar nama pahlawan satu itu? Nama beliau tidak cukup asing bagi warga Jawa Barat, namun sebagian orang masih belum mengenali siapa sosok Begundal Karawang ini. Sebelum membahasnya, mari cari tahu dulu yuk profile singkat tentang beliau!

Kapten Lukas lahir di Magetan, Jawa Timur pada 20 November 1920. Seperti yang ditulis dalam Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia (2010:34), saat usianya 20 tahunan neliau memulai karirnya sebagai Budancho (Komandan Regu atau setara Sersan) dalam PETA (Pembela Tanah Air Indonesia) saat zaman Jepang.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Lukas ditempatkan di Brigade III/Kian Santang, Purwakarta, yang saat itu dipimpin Letkol Sidik Brotoatmodjo. Lukas Kemudian menjadi Komandan Kompi Batalion I Sudarsono/Kompi Siliwangi atau yang dikenal sebagai Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi. Saat ini sudah berganti nama menjadi Batalion Infanteri 202 Tajimalela, Bekasi, di bawah Kodam III/Siliwangi.

Ketua Yayasan Rawagede, Sukarman menyebutkan bahwa Kapten Lukas mempunyai banyak taktik dalam mengalahkan Belanda. Salah satunya adalah beliau suka memakai seragam pasukan Belanda untuk membunuh tentara Belanda dan dengan kegesitannya ia susah untuk disergap oleh Belanda.

Foto Kapten Lukas Kustaryo

Kapten Lukas juga beberapa kali merampas persenjataan pasukan Belanda yang diangkut kereta api yang melintas di Karawang. Beliau pun pernah membajak rangkaian kereta yang berisi penuh senjata dan amunisi bagi pasukan Belanda dari Karawang menuju Jakarta.

Oleh karena itu, beliau membuat pusing penjajah Belanda dengan aksinya tersebut. Sukarman bahkan mengatakan bahwa di sebuah gedung di Den Haag Belanda terdapat patung Kapten Lukas.

Lukas merupakan salah satu pejuang bangsa yang jarang diketahui oleh orang banyak karena kerendahan dirinya. Menurut penuturan istrinya, beliau kerap kali tak ingin diberikan piagam atau penghargaan atas perjuangannya.


Sumber:

https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20170925/Lukas,-Pejuang-Karawang-yang-Nyaris-Hilang/

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/karena-tak-mendapatkan-lukas-belanda-membantai-penduduk-rawagede-f6pT





Dongeng Asal Usul Gunung Arjuno

 Gunung Arjuno

Dalam cerita pewayangan, Arjuna adalah salah seorang dari lima anak Prabu Pandu. Ia mempunyai keahlian berperang dan kesaktian yang lebih tinggi daripada saudara-saudaranya. Kesaktiannya ia dapatkan sebagai anugerah dari para dewa, karena ia rajin bertapa. Suatu saat, Arjuna pergi bersemedi dengan harapan agar pora dewa menambah kesaktiannya. Di lereng sebuah gunung di wilayah Batu, Malang, ia memulai persemedian tersebut. Arjuna duduk di puncak sebuah batu yang cukup tinggi.

Karena khusyuk bersemedi, tubuh Arjuna menjadi bersinar dan memancarkan kekuatan. Kekuatan itu membuat puncak gunung semakin menjulang menembus langit dan mengguncang khayangan. Para dewa di negeri khayangan merasa terganggu. Lalu, mereka mengufus Batara Narada turun ke bumi untuk meminta Arjuna menghentikan semedinya.

"Arjuna! Mohon hentikanlah semedimu, karena akan merusak negeri khayangan!" kata Batara Narada ketika berhasil menemui Arjuna.

Arjuna tidak bergeming. Ia tetap melanjutkan semedinya. Jika ia sampai terganggu oleh teguran Batara Narada, ia khawatir para dewa tidak akan menambahkan kesaktiannya. Setelah Batara Narada gagal, para dewa negeri khayangan menurunkan beberapa bidadari cantik untuk menggoda Arjuna. Namun, Arjuna tetap saja tidak terganggu.

Setelah itu, diturunkanlah roh jahat untuk menakut-nakuti Arjuna. Namun, mereka tetap saja tidak berhasil. Akhirnya, para dewa negeri khayangan mengutus Batara Narada untuk kembali ke bumi menemui Batara Semar yang selama ini mengasuh kelima Pandawa, termasuk Arjuna. Ia yakin Arjuna mau mendengarkan Semar. Batara Semar tidak menjalankan tugasnya sendirian. Ia meminta bantuan Batara Togog. Lalu, mereka berdua bersemedi untuk menambah kesaktian. Dengan kesaktian itu, mereka mengubah tubuh mereka menjadi besar. Kedua Batara ini berdiri di sisi-sisi gunung tempat Arjuna bersemedi. Dengan kesaktian yang luar biasa, mereka memotong bagian atas gunung tersebut dan melemparkannya ke arah tenggara, sehingga terdengarlah bunyi dentuman yang sangat dahsyat.

Gunung Arjuno


"Bunyi apa itu?" tanya Arjuna dengan sangat terkejut.

Batara Semar dan Batara Togog menghampirinya.

"Kami barus saja memotong puncak gunung ini," jawab Batara Semar.

"Bunyinya membuyarkan semediku, Guru. Dewa pastinya tidak akan menambahkan kesaktianku," kata Arjuna.

"Pertapaanmu itu sangat meresahkan negeri khayangan. Kekuatannya dapat menimbulkan kerusakan. Kesaktian seperti apa lagi yang kau inginkan? Kau sudah sangat sakti. Seharusnya kau semakin rendah diri, bukan justru menimbulkan kerusakan," nasihat Batara Semar.

Arjuna tertegun. Ia menyadari kesalahannya. Ucapan Batara Semar menggugah hatinya.

"Terimakasih, Guru," ujar Arjuna. Ia pun menghentikan pertapaannya.

Oleh penduduk setempat, gunung tempat Arjuna bersemedi itu dinamakan Gunung Arjuna.


Sumber : http://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-jatim-dongeng-asal-mula-gunung-arjuna


Cerita Dongeng Sura dan Baya


Dahulu kala, sering terjadi perkelahian antara buaya dan ikan sura (hiu) di lautan. Perkelahian mereka dipicu oleh perebutan mangsa. Kedua hewan ini sama kuat dan tangguh. Meskipun berkelahi berkali-kali, tak ada satu pun yang menang ataupun kalah. Oleh karena itu, mereka mencoba mencari kesepakatan.

"Hai, Buaya. Aku bosan berkelahi terus seperti ini," kata ikan sura "Aku juga!" sahut buaya.

"Kita buat kesepakafan saja. Bagi daerah kekuasaan kita menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnya terhadap mangsa-mangsa di air. Sementara itu, kau sepenuhnya menguasai mangsa di darat. Batas air dan darat adalah daerah yang dicapai oleh air laut ketika pasang," kata ikan sura.

"Baiklah, aku setuju!" jawab buaya.

Sejak itu, keduanya sepakat menghormati wilayah masing-masing, sehingga tidak ada perkelahian.

Namun, suatu hari, ikan sura menyalahi kesepakatan itu. Diam-diam, ia mencari mangsa di sungai.

Ketika mengetahui kecurangan ikan sura, buaya sangat marah.

Patung Sura dan Baya

"Hai, Sura! kau telah melanggar kesepakatan yang telah kita buat bersama. Sungai adalah daerah kekuasaanku!" teriak buaya dengan marah.

"Apa yang telah aku langgar? Aku kan berburu mangsa yang ada di air!" jawab ikan sura.

"Namun, sungai letaknya di darat, berarti sungai adalah daerah kekuasaanku! Daerahmu adalah perairan laut!" kata buaya.

Keduanya lalu bersitegang dan terjadilah perkelahian. Mereka saling menggigit satu sama lain. Perairan sekitarnya menjadi merah karena darah yang berasal dari luka-luka kedua hewan buas ini. Ikan sura berhasil menggigit pangkal ekor buaya sebelah kanan sehingga ekor buaya menjadi bengkok ke kiri.

Pertarungan ikan sura dan buaya ini menjadi inspirasi terciptanya nama kota Surabaya. Ada juga pendapat lain bahwa nama Surabaya berasal dart kata "sura" yang artinya selamat, dan kata "baya" yang artinya bahaya. Jadi, jika digabungkan bisa berarti selamat dari bahaya.


Sumber : http://dongengceritarakyat.com/cerita‐rakyat‐surabaya‐dongeng‐asal‐usul‐surabaya




Latar Belakang Rengasdengklok


 

Golongan Tua dan Golongan Tua

Latar belakang peristiwa Rengasdengklok yang paling pertama adalah kekalahan bangsa Jepang, setelah Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat.

Latar belakang selanjutnya adalah adanya perbedaan pendapat yang terjadi antara golongan muda dan golongan tua dalam rangka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Golongan tua lebih setuju untuk menunggu proses perundingan, sementara golongan muda lebih setuju untuk segera langsung memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa menunggu keputusan panitia kemerdekaan bentukan Jepang (PPKI).


Tahukah kamu?

Kegigihan Ratusan Pahlawan dari Rawa Gede.

 Pahlawan dari Rawagede 9 Desember 1947 menjadi hari yang mungkin tidak akan dilupakan oleh negara Indonesia terutama warga Desa Rawagede. B...